Selasa, 10 Januari 2012

Supernova Termuda Di Galaxy Bima Sakti

Supernova Termuda di galaksi Bima Sakti kita telah ditemukan dengan melacak perluasan cepat sisanya. Hasil ini, diperoleh dengan menggunakan NASA X-ray Chandra Observatory dan  Nasional Observatorium Astronomi Radio Array, akan membantu meningkatkan pemahaman kita mengenai seberapa sering supernova meledak di galaksi Bima Sakti.

Ledakan supernova yang paling akhir terjadi di Galaxy Bima Sakti.sekitar 140 tahun yang lalu, Sebelumnya, supernova terakhir yang dikenal di galaksi kita terjadi sekitar 1680, perkiraan berdasarkan perluasan sisa nya, Cassiopeia A.


Penemuan baru supernova ini merupakan langkah pertama dalam membuat perkiraan lebih baik dari seberapa sering ledakan bintang terjadi. Hal ini penting karena panas supernova dan mendistribusikan sejumlah besar gas, dan pompa unsur berat keluar ke lingkungan mereka. Mereka dapat memicu pembentukan bintang baru sebagai bagian dari siklus kematian dan kelahiran kembali sebuah bintang. selain sisa yang luas, Ledakan juga dapat meninggalkan satu bintang netron pusat atau lubang hitam.

Ledakan supernova baru-baru ini tidak terlihat dengan teleskop optik karena itu terjadi di dekat pusat galaksi dan tertanam di bidang padat gas dan debu. Hal ini membuat objek redup sekali dalam cahaya optik, dari sebuah unobscured supernova. Namun, sisa yang ditimbulkannya dapat dilihat oleh X-ray dan teleskop radio.

"Kita bisa melihat beberapa ledakan supernova dengan teleskop optik di setengah dari alam semesta, tetapi ketika mereka berada dalam kegelapan ini kita bisa merindukan mereka di halaman belakang kosmik kita sendiri," kata Stephen Reynolds dari North Carolina State University di Raleigh, yang memimpin Chandra studi. "Untungnya, awan gas dari ledakan memperluas bersinar terang di gelombang radio dan sinar-X selama ribuan tahun X-ray dan teleskop radio bisa melihat melalui semua mengaburkan itu dan menunjukkan kepada kita apa yang kita telah hilang.."

Para astronom secara teratur mengamati supernova di galaksi lain seperti kita. Berdasarkan pengamatan, peneliti memperkirakan sekitar tiga Bintang meledak (mengalami supernova) setiap abad di galaksi Bima Sakti.

"Jika perkiraan angka supernova benar, harus ada sisa-sisa dari sekitar 10 ledakan supernova yang lebih muda daripada Cassiopeia A," kata David Green dari University of Cambridge di Inggris, yang memimpin studi Very Large Array. "Senang sekali bisa akhirnya melacak salah satu dari mereka."

"Tidak ada obyek lain dalam galaksi yang memiliki sifat seperti ini," kata Reynolds. "Temuan ini sangat penting untuk belajar lebih lanjut tentang bagaimana beberapa bintang meledak dan apa yang terjadi dalam akibatnya."

Pelacakan obyek ini dimulai pada tahun 1985, ketika para astronom, yang dipimpin oleh Green, menggunakan Very Large Array untuk mengidentifikasi sisa-sisa ledakan supernova di dekat pusat galaksi kita. Berdasarkan ukurannya yang kecil, hal itu dianggap memiliki dampak dari sebuah supernova yang meledak 400 hingga 1000 tahun yang lalu.

Dua puluh dua tahun kemudian, pengamatan Chandra mengungkapkan sisa telah diperluas dengan jumlah besar yang mengejutkan, sekitar 16 persen, sejak tahun 1985. Hal ini menunjukkan sisa-sisa supernova jauh lebih muda daripada yang diperkirakan sebelumnya.

Bahwa usia muda dikonfirmasi dalam beberapa minggu terakhir ketika Very Large Array melakukan observasi radio baru. Ini perbandingan titik-titik data umur sisa di 140 tahun - mungkin kurang jika sudah melambat - sehingga termuda pada catatan di Bima Sakti.

Selain pemegang rekor supernova termuda, objek ini menarik untuk dikaji karena alasan lain. Kecepatan perluasan yang tinggi dan energi partikel ekstrim yang telah dihasilkan adalah belum pernah terjadi sebelumnya dan harus merangsang studi lebih dalam dari objek dengan Chandra dan Very Large Array.
Reade more >>

Planet Terpanas Di Galaxy Bima Sakti

PLANET TERPANAS di galaksi Bima Sakti sepertinya bakal menjadi planet paling pendek umurnya, lantaran perlahan-lahan dimakan bintang yang menjadi pusat edarnya. Penemuan ini didapatkan oleh sebuah instrumen baru Teleskop Angkasa Hubble milik NASA yang disebut Cosmic Origins Spectrograph (COS). Planet ini, seperti dilansir NASA, mungkin hanya memiliki sisa umur 10 juta tahun lagi sebelum sama sekali lenyap ditelan bintang seperti matahari itu. 
Planet yang disebut WASP-12b ini terletak sangat dekat dengan bintang ini sehingga mengalami pemanasan hingga 2.800 derajat Fahrenheit dan mengembang seperti sebuah bola rugby karena gaya tarik yang luar biasa besar.
Atmosfirnya mengembang hampir tiga kali radius atmosfir planet Jupiter. Planet malang ini 40 persen lebih padat daripada Jupiter. Kedekatan dua objek angkasa sebenarnya biasa dalam sistem perbintangan, namun ini untuk pertama kali terlihat nyata efeknya pada sebuah planet. “Kami melihat awan raksasa mengeliling planet, yang akan ditangkap bintang itu. Kami telah mengidentifikasi elemen kimia yang belum pernah terlihat di planet di luar tata surya kita,” kata Carole Haswell, pemimpin tim riset dari Universitas Terbuka Inggris. Hasweel dan teman-teman setimnya mempublikasikan hasil riset ini pada 10 Mei 2010 di Jurnal Astrofisika. 
Sebuah makalah teoretis pernah dipublikasikan dalam jurnal ilmiah Nature oleh Shu-lin Li dari Departemen Astronomi, Universitas Peking, Beijing. Shu-lin yang pertama kali memprediksi permukaan planet akan diganggu gravitasi bintang dan gaya gravitasi itu akan membuat planet itu sangat panas sehingga mengembangkan atmosfir luar planet. Prediksi ini kemudian dibuktikan Teleskop Hubble. WASP-12 adalah sebuah bintang kerdil yang berjarak 600 tahun cahaya dari konstelasi Auriga. Eksoplanet ini ditemukan oleh the United Kingdom’s Wide Area Search for Planets (WASP) pada 2008. Planet panas ini terlalu dekat ke bintangnya sehingga hanya butuh 1,1 hari untuk mengelilingi “mataharinya” itu
Reade more >>

Pendiri Microsoft Segera Buat Pesawat Luar Angkasa Terbesar

Sukses mengembangkan dan meluncurkan SpaceShipOne, pesawat komersial pertama yang mampu melesat sampai ke sub-orbit bumi, pada 2004 tidak membuat Paul Allen puas. Salah satu pendiri Microsoft Corporation ini baru-baru ini mengumumkan rencananya membangun pesawat luar angkasa terbesar yang pernah ada. Pesawat tersebut direncanakan bisa dipakai mengangkut manusia meninggalkan atmosfer bumi.

Sebagai langkah awal, Allen akan meluncurkan roket tak berawak untuk membawa satelit, baik milik pemerintah maupun swasta. Baru setelah itu ia berencana mengembangkannya menjadi pesawat yang mengangkut manusia ke luar angkasa.

Inisiatif Allen ini datang hanya beberapa bulan setelah pemerintah Amerika Serikat (AS) mempensiunkan program Space Shuttle setelah 30 tahun beroperasi. Hal ini membuka pintu bagi perusahaan-perusahaan swasta untuk membuat pesawat luar angkasa.

Pesawat ruang angkasa yang akan diluncurkan tersebut merupakan sebuah pesawat berukuran besar dengan enam mesin jet jumbo yang akan dibangun oleh Scaled Composites, sebuah unit dari kontraktor pertahanan Northrop Grumman Corp. Lebar sayap pesawat tersebut 385 kaki atau 117 meter, lebih lebar dari lapangan sepak bola, dan 70 persen lebih panjang dari sayap Boeing 747.

Pesawat buatan Stratolaunch Systems, perusahaan baru yang didirikan Allen, tersebut dilengkapi dengan mesin jet dari enam pesawat Boeing 747. Uji terbang pertama ditargetkan tahun 2015 nanti. Sedangkan penerbangan komersial pertama akan dilakukan setahun setelahnya. "Sudah lama saya bermimpi untuk mengambil langkah besar dalam penerbangan ruang angkasa swasta yang menawarkan sistem pengiriman ruang orbital dan fleksibel," ujar orang terkaya ke-57 dunia versi Forbes dengan kekayaan 13,2 miliar dolar AS ini pada konferensi pers beberapa hari yang lalu.

Allen, yang merupakan sumber pendanaan tunggal dalam proyek ini, memperkirakan biaya yang bakal dia keluarkan sebesar 200 juta dolar AS, lebih besar dari pengeluaran untuk SpaceShipOne yang hanya 20 juta dolar AS.
Reade more >>

Zaman Es akan kembali Terjadi di Bumi

Zaman es akan kembali terjadi di bumi. Demikian isi salah satu artikel dalam jurnal Nature Geoscience, Senin (9/1) waktu setempat. Menurut artikel itu, zaman es tampaknya baru terjadi sekitar 1.500 tahun lagi. Studi itu muncul karena tingginya tingkat buangan karbon dioksida (CO2) di atmosfer Bumi.

Badan Cuaca PBB penyebutkan, konsentrasi gas utama yang diduga sebagai penyebab pemanasan global mencapai rekor tertinggi pada 2010. Gas CO2 itu akan berada di atmosfer selama beberapa dasawarsa sekalipun dunia berhenti memompa buangan gas hari ini.

Zaman es adalah periode ketika ada pengurangan jangka panjang pada temperatur atmosfer dan permukaan Bumi, yang membuat pertumbuhan lapisan es dan gunung es. Setidaknya pernah ada lima zaman es di Bumi. Selama zaman es, ada lingkaran pembentukan gunung dari lapisan es, baik yang bertambah maupun berkurang.

Secara resmi, Bumi telah berada pada kondisi antargunung es, atau masa yang lebih hangat, selama sedikitnya 10 ribu sampai 15 ribu tahun, dan perkiraan beragam mengenai berapa lama periode semacam itu akan berlangsung.

"(Banyak ulasan) menunjukkan akhir (masa) antargletser saat ini akan berlangsung dalam waktu 1.500 tahun ke depan, jika konsentrasi CO2 di atmosfir tak melampaui (sebanyak) 240 bagian per juta menurut volume (ppmv)," kata studi tersebut.

"Konsentrasi CO2 saat ini 390 ppmv. Berada dalam kondisi itu, peningkatan volume lapisan es takkan mungkin terbentuk," tulis studi itu. Studi tersebut --yang dilandasi atas keragaman pada sampel batu dan orbit Bumi-- dilakukan oleh sivitas akademika di Cambridge University, University College London, University of Florida dan University of Bergen, Norwegia.

Penyebab zaman es tak sepenuhnya dipahami. Namun, konsentrasi methane dan karbon dioksida di atmosfer, perubahan pada orbit Bumi saat mengelilingi Matahari, dan gerakan lempeng tektonik, diduga berperan dalam menentukan kapan zaman itu kembali terjadi. (Antr/**)
Reade more >>

Awas... Reruntuhan Satelit Rusia Jatuh di Indonesia

Astronom Ma'rufin Sudibyo mengingatkan masyarakat Indonesia untuk mewaspadai runtuhan satelit milik Rusia Phobos-Grunt, yang diperkirakan akan jatuh pada 9 hingga 20 Januari 2012.

"Masyarakat jangan sekali menyentuh atau mendekati reruntuhan aneh yang sebelumnya didahului suara menggelegar di langit saat fajar atau sore hari," ujar Ma'rufin, Kamis (5/1).

Ma'rufin menjelaskan saat-saat yang perlu diwaspadai yakni pada saat fajar sekitar pukul 03.00-05.00 WIB atau sore hari sekitar pukul 13.00-16.00 WIB.

"Secara prinsip ada dua bahaya yang perlu diwaspadai yakni bahaya tumbukan dan toksisitas," ujar Ma'rufin.

Dia mengatakan jika reruntuhan lebih dari 200 kilogram itu jatuh dan menimpa rumah, maka akan mirip seperti kasus jatuhan meteor di Duren Sawit pada 2010 lalu.

Kemudian, bahaya selanjutnya adalah bahaya toksisitas karena Phobos-Grunt mengandung senyawa kimia sangat beracun, Dimetil Hidrain, yang jika terkena kulit akan menyebabkan melepuh dan bisa menyerupai luka bakar.

"Jadi kalau masyarakat menemukan reruntuhan satelit itu, jangan langsung mendekat atau memegang. Segera laporkan ke pihak berwenang," imbuh dia.

Menurut dia, semua satelit yang mengalami macet di orbit bumi memiliki resiko demikian, namun Phobos-Grunt memiliki massa yang sangat besar dan bahan toksik sangat banyak maka menjadikan reruntuk satelit ini berbahaya.

"Daerah lintasan jatuhannya hampir di seluruh wilayah Indonesia," tambah dia lagi.

Satelit Phobos-Grunt merupakan wahana yang bertugas melakukan pengambilan sampel tanah dan batuan serta membawa sampel bakteri, tumbuhan dan hewan tak bertulang belakang dan menghabiskan dana hingga Rp1,5 trilliun.

Sejak mengangkasa dari kosmodrom Baikonur pada 8 November 2011 lalu, Phobos-Grunt gagal ke Mars karena macet di orbit Bumi. (Ant/X-12)
Reade more >>

Misteri Bintang Yang Berputar Cepat

Seperti halnya tim detektif, sebuah grup astronom mencoba untuk memecahkan sebuah misteri. Mereka menemukan sebuah bintang aneh yang 25 kali lebih berat dari Matahari dan berputar lebih dari 300 kali lebih cepat – bahkan ia berputar lebih cepat dari bintang manapun yang terkenal sebagai bintang yang masif.Dan selain bintang ini berputar sangat cepat, ia juga brgerak dengan cara yang tidak biasa yakni bergerak lebih lambat dari bintang disekitarnya di angkasa. Sungguh sebuah bola yang aneh!
Bintang yang berputar sangat cepat. Kredit: ESO/M.-R. Cioni/VISTA Magellanic Cloud survey. Acknowledgment: Cambridge Astronomical Survey Unit
Tanda panah pada foto menunjuk pada bintang yang saat ini tengah diselidiki tersebut. Untuk mencoba memahami mengapa bintang ini berputar dan bergerak berbeda dari bintang lain, para astronom mengemukakan sebuah teori untuk menjelaskan hal itu. Sang bintang bisa jadi merupakan bagian dari sepasang bintang ganda di kala ia masih muda. Jika kedua bintang berada sangat dekat, maka bintang akan bergerak lebih cepat dengan “tenaga” dari materi yang ia “hisap” dari bintang pasangannya.
Akan tetapi, bintang yang berputar sangat cepat ini sudah tidak lagi memiliki pasangan. Nah apa yang terjadi dengan bintang pasangannya? Para astronom menduga kalau bintang pasangannya sudah meledak dalam ledakan supernova. Kekuatan ledakan supernova bisa jadi mendorong bintang yang berputar cepat ini menjauh sehingga menjadikannya bola bintang yang aneh dan berbeda dibanding bintang di sekitarnya. Ia bergerak lebih lambat di angkasa dibanding bintang di lingkungannya karena ia adalah pendatang di area tersebut.
Menurut astronom Philip Duffton, “Bintang ini jelas memberikan petunjuk menarik terkait kehidupan yang pendek dan dramatis dari sebuah bintang masif”.

Fakta menarik: Jika sebuah pesawat bergerak dengan kecepatan bintang masif ini berputar, maka hanya dibutuhkan waktu satu menit untuk mengelilingi Bumi di ekuator.
Sumber : Space Scoop Universe Awareness
Reade more >>

Kepala atau Ekor ?

Tidak mengherankan jika galaksi dalam foto yang tampak di halaman ini di beri julukan Galaksi Koin Perak – karena ia tampak seperti koin raksasa yang dilemparkan untuk menentukan pilihan antara Kepala atau Ekor! “Koin” ini juga tampak lebih dipoles dan mengkilap, menjadikannya salah satu galaksi paling terang di langit malam.
Silver Coin Galaxy. Kredit :ESO/INAF-VST Acknowledgement: A. Grado/L. Limatola/INAF-Capodimonte Observatory
Galaksi tipe ini digolongkan pada Galaksi Spiral mengingat bentuknya yang memiliki lengan bintang yang panjang dan gas yang berada di sekitar pusatnya.  Galaksi Bima Sakti yang menjadi rumah bagi Tata Surya juga merupakan Galaksi Spiral.
Ada beberapa bentuk yang berbeda yang dimiliki galaksi-galaksi. Sebagian galaksi memiliki bentuk yang tidak umum sehingga sulit untuk ditentukan pengelompokkannya. Tapi klasifikasi galaksi ke dalam sebuah kelompok adalah hal penting karena bisa membantu astronom untuk memahami bagaimana sebuah galaksi terbentuk.
Karena itu, astronom meluncurkan sebuah situs bernama Galaxy Zoo (Taman Galaksi), yang tujuannya mengajak masyarakat di seluruh dunia untuk membantu mengidentifikasi galaksi-galaksi yang dipotret. Dan kamu juga bisa ikut membantu! Kunjungi situs www.galaxyzoo.org dan ikuti saja petunjuknya.
Tak hanya itu, masih ada banyak situs web dimana para ilmuwan mengajak masyarakat untuk membantu pekerjaan mereka. Dan siapapun bisa ikut ambil bagian dalam apa yang disebut Warga Ilmuwan (Citizen Scientist)!
Reade more >>

Kandidat Planet Kepler di Zona Layak Huni

Apakah Bima Sakti juga rumah untuk planet-planet berukuran Bumi lainnya? Apakah Bumi ini hanya sendiri? Apakah planet seukuran Bumi umum ataukah jarang? Inilah pertanyaan yang coba dicari jawabannya.Kali ini Kepler mencoba mengungkap hasil yang sudah ia dapatkan selama bekerja untuk mencari planet-planet baru di bintang lain.  Hasilnya?
Kepler saat ini mengoleksi setidaknya ada 68 kandidat planet seukuran Bumi dan 54 kandidat planet yang berada di zona laik huni.  Zona laik huni merupakan area dimana air dalam bentuk cair di permukaan planet masih bisa dipertahankan. Tak hanya itu, sebagian kandidat juga bisa jadi memiliki satelit dengan air berbentuk cair di permukaannya.  Lima kandidat di antaranya merupakan planet seukuran bumi dan mengorbit di zona laik huni bintang induknya.
Kandidat Planet yang dilihat Kepler sampai 1 Februari 2011. kredit : NASA/Wendy Stenzel
Kandidat Planet dari Potongan Kecil Angkasa
Nah, apa maksudnya dengan kandidat planet? Artinya obyek-obyek ini masih membutuhkan pengamatan lanjutan untuk mengkonfirmasi apakah mereka benar-benar planet atau bukan. Menurut William Borucki, “kami sudah menemukan 1200 kandidat planet, jumlah terbanyak yang pernah ditemukan sampai saat ini. Dan meskipun masih kandidat, namun sebagian besar akan segera dikonfirmasi sebagai planet di bulan dan tahun-tahun yang akan datang.”
Penemuan ini menambah jumlah kandidat planet yang diidentifikasi Kepler menjadi 1235. Di antaranya 68 merupakan planet berukuran Bumi, 288 Super Bumi, 662 berukuran Neptunus, 165 berukuran Jupiter dan 19 lebih besar dari Jupiter. Dari keseluruhan kandidat, 54 ditemukan di zona laik huni dan 5 diantaranya berukuran Bumi.  Sisa ke-49 kandidat planet di zona laik huni memiliki ukuran Super Bumi – dari 2 kali ukuran Bumi – sampai ke ukuran yang lebih besar dari Jupiter.  Penemuan tersebut merupakan hasil pengamatan 156000 bintang dari 12 Mei – 17 September 2009 lewat mata Kepler yang memiliki medan pandang 1/400 langit.
Kandidat planet yang dilihat Kepler berdasarkan ukuran. kredit : NASA/Wendy Stenzel
Fakta bahwa Kepler menemukan sedemikian banyak kandidat planet pada potongan angkasa yang sangat kecil menunjukkan betapa tidak terhitungnya jumlah planet yang mengelilingi bintang serupa Matahari di Bima Sakti.
Mengapa cuma potongan kecil angkasa yang bisa dilihat Kepler? Hal ini disebabkan oleh orbitnya yang tidak benar-benar sejajar. Ini tentu memberi indikasi masih ada jutaan planet yang mengorbit bintang di sekitar Matahari.
Dari bintang-bintang dengan kandidat planet, 170 diantaranya memberikan bukti keberadaan kandidat sistem multi planet yang salah satunya adalah Kepler-11, yang sudah berhasil dikonfirmasi memiliki setidaknya 6 buah planet.
Kandidat sistem multi planet yang ditemukan Kepler. Kredit : NASA
Tonggak sejarah dunia exoplanet
Penemuan menggembirakan lainnya menunjukkan betapa bervariasinya struktur dari planet yang sudah dikonfirmasi keberadaannya. Ada yang hanya memiliki kerapatan seperti stereofoam dan ada juga yang jauh lebih rapat dari besi. Sementara kerapatan Bumi berada di antara keduanya.
Apa yang ditemukan Kepler jelas merupakan tonggak sejarah baru yang akan memberi patokan bagi setiap misi exoplanet lainnya.  Kepler dalam tugasnya mendeteksi planet dengan mengukur perubahan kecerlangan bintang saat si planet melintas di depan piringannya atau yang dikenal sebagai sistem transit.
Untuk transit planet yang berada di zona laik huni bintang serupa Matahari, dibutuhkan 3 kali transit untuk bisa diverifikasi. Sementara transit planet seperti ini terjadi 1 kali dalam setahun sehingga diperkirakan butuh 3 tahun untuk menemukan dan memverifikasi keberadaan planet seukuran Bumi yang mengorbit bintang serupa Matahari.
Tim peneliti Kepler menggunakan teleskop landas Bumi dan Teleskop Spitzer di ruang angkasa untuk melakukan pengamatan lanjutan pada kandidat planet dan obyek lainnya yang ditemukan Kepler.  Bintang-bintang yang diamati Kepler berada di rasi Cygnus dan Lyra dan hanya bisa dilihat oleh teleskop landas Bumi saat tertentu ketika rasi ini tampak di malam hari pada kisaran musim semi sampai awal musim gugur.  Data dari observasi lands Bumi maupun Spitzer akan membantu untuk menentukan apakah si kandidat planet bisa disebut planet atau bukan.
Kepler akan melanjutkan misinya sampai bulan November 2012 untuk mencari planet berukuran Bumi termasuk yang mengorbit zona laik huni bintang dimana air dalam bentuk cair masih bisa dipertahankan di permukaan planet.
Misi di masa depan akan dibuat untuk mempelajari komposisi atmosfer planet untuk bisa menentukan apakah si planet mempertahankan kehidupan atau tidak. Yang pasti, misi lanjutan ini akan sangat bergantung pada keberhasilan Kepler untuk menemukan planet berukuran Bumi di zona laik huni sebagai sesuatu yang umum ataukah jarang.
Sampai saat ini sudah ada 15 exoplanet yang sudah dikonfirmasi Kepler termasuk diantaranya yang terkecil yakni Kepler-10b.
Di masa depan, akan semakin banyak data planet kecil di area sekitar laik huni untuk diteliti yang dibawa Kepler. Dan dalam satu generasi, manusia sudah dibawa Kepler untuk mengubah fiksi sains menjadi realita yakni membawa manusia mendekati mimpinya untuk menemukan kembaran Bumi di sudut lain di angkasa maha luas.
Reade more >>

Kisah Bintang Vampir Yang Ramah

Astronom berhasil mengambil foto terbaik dari sebuah bintang yang kehilangan sebagian besar materinya dihisap sebuah bintang vampir.
Bintang pasangan SS Leporis yang dilihat teleskop maya VLT. Kredit : ESO/PIONIER/IPAG
Foto yang tampak disini menunjukkan posisi bintang yang besar (merah) dan si bintang vampir (biru). foto tersebut diambil dalam rentang waktu 1,5 bulan, saat keduanya mengorbit titik pusat massanya.
Pusat kedua bintang hanya terpisah dengan jarak sekitar jarak Bumi-Matahari (sebagai perbandingan, Matahari dan bintang terdekatnya memiliki jarak 870000 kali jarak kedua bintang di foto tersebut). Karena kedua bintang ini berada dalam jarak yang sangat dekat, bintang vampir akhirnya sudah berhasil menghisap setengah dari massa bintang yang lebih besar.
Menurut astronom Henry Boffin, “Mereka mengetahui kalau bintang ganda tersebut tidak biasa dan materinya mengalir dari satu bintang ke bintang lainnya. Tapi cata transfer materi itu terjadi berbeda dari apa yang diketahui astronom.”
Pengamatan terbaru menunjukkan kalau bintang yang lebih besar itu ternyata lebih kecil ukurannya dari dugaan awal para astronom. Artinya, bintang itu tidak cukup besar untuk mengisi kekosongan antara kedua bintang. Kenyataannya, ia hanya cukup lebar untuk mengisi seperempat jarak yang kosong tersebut. Disinilah keanehannya karena bagaimana si bintang besar bisa kehilangan materinya pada si bintang kecil pasangannya, kalau si bintang vampir yang kecil itu tidak dapat mencapai korbannya!.
Astronom kemudian menduga kalau si bintang besar itu tidak dihisap oleh si bintang vampir, melainkan ia dengan sukarela melontarkan materinya untuk kemudian dimakan oleh bintang pasangannya yang lebih kecil. Seperti vampir yang ramah!

Fakta menarik: Sebagian bintang ganda menyelesaikan satu kali putaran orbit mengelilingi titik pusatnya kurang dari satu hari, sementara bintang lainnya butuh waktu sampai ribuan tahun!
Sumber : Space Scoop Universe Awareness
Reade more >>

Bintang Kaya Logam, Induk Bagi Planet Batuan

Berdasarkan data dari Teleskop Angkasa Kepler, maka astronom yang akan berburu planet batuan harus fokus pada bintang lebih kecil yang memiliki kelimpahan logam.
Hasil penemuan terbaru mengungkapkan kalau planet batuan seperti halnya planet raksasa lebih mungkin untuk ditemukan pada bintang dengan kandungan logam yang tinggi. Selain itu planet batuan juga lebih banyak terdapat di sekitar bintang bermassa rendah.
Hubungan Bintang dan Planet Gas
Ilustrasi planet Kepler 10b. Kredit : NASA
Kevin Schlaufman dan Gregory Laughlin dari University of California di Santa Cruz mempelajari 997 bintang yang memiliki kandidat planet di orbitnya dan keduanya menemukan kalau planet besar maupun kecil lebih sering ditemukan di sekitar bintang yang memiliki kelimpahan logam lebih banyak. Logam yang dimaksudkan disini adalah unsur lain selain hidrogen dan helium. Bintang dengan logam yang tinggi mengandung unsur lain dengan jumlah yang signifikan. Logam tersebut terbentuk pertama kalinya bersama bintang yang memiliki komposisi gas hidrogen dan helium mati dalam ledakan supernova dan melontarkan isinya ke ruang angkasa.
Tidak mengherankan jika planet cenderung ditemukan disekitar bintang yang memiliki lebih banyak logam. Hal ini karena planet terbentuk dari materi yang sama dengan sang bintang induk.
Bintang terbentuk dari kompresi gravitasi gas dan debu, sedangkan planet terbentuk dari sisa materi pembentukan bintang yang ada dalam piringan yang mengelilingi bintang.
Sebelum Kepler, para astronom sudah menyelidiki kemungkinan dimana planet gas raksasa ditemukan. Dan mereka memang menemukan adanya keterkaitan antara keberadaan gas raksasa dan bintang yang kaya logam. Tapi, kondisi yang sama belum diterapkan pada planet batuan karena pada saat itu baru beberapa planet batuan yang ditemukan.
Menantikan Satu Siklus Bintang
Semua berubah di bulan Februari ketika NASA mengumumkan penemuan 68 kandidat planet seukuran Bumi dan 288 super Bumi. Tambang planet yang baru ini jelas akan memperkaya pemahaman manusia dan jumlah yang ada juga cukup untuk bisa dianalisa korelasi apa yang dimiliki oleh planet bermassa rendah dan tipe bintang yang dihuni.
Semua tipe planet tampaknya berada pada bintang dengan tingkat kandungan logam yang tinggi. Akibatnya agak sulit untuk menentukan kapan pertama kali planet terbentuk di galaksi. Selain itu mereka juga harus menunggu sampai bintang generasi pertama melalui masa hidupnya dan meledak sehingga bisa menyediakan bahan logam yang cukup untuk pembentukan planet. Satu siklus hidup  bintang akan membentuk lebih banyak logam, sehingga planet juga lebih mudah berkoalisi.  Proses tersebut akan memakan waktu beberapa milyar tahun. Karena itu, planet dan juga kehidupan di dalamnya tidak akan terbentuk pada masa awal alam semesta.
Selain hubungan dengn komposisi Bintang, Schlaufman dan Laughlin juga menemukan kalau planet kebumian lebih banyak ditemukan di bintang bermassa rendah. Alasannya sederhana : planet gas raksasa membutuhka lebih banyak massa untuk terbentuk.
Piringan debu di sekeliling bintang yang besar akan lebih sering membentuk planet masif sedangkan bintang yang lebih kecil dan piringannya akan cenderung membentuk planet yang kurang masif dalam hal ini, planet batuan.
Bintang dan Potensi Kehidupan
Selain meneliti hubungan keberadaan planet batuan dengan tipe bintang baik komposisi maupun massa bintang, Schlaufman juga memberi pejabaran hubungan potensi kehidupan di planet dan tipe bintang.
Bintang yang leih masif dari Matahari hanya akan menjalani hidup selama beberapa milyar tahun sementara bintang yang lebih kecil memiliki masa hidup yang lebih panjang. Kondisi pada bintang yang lebih kecil ini memungkinkan planet untuk membentuk kehidupan di dalamnya dan kemudian membiarkan kehidupan itu berevolusi membentuk peradaban yang lebih tinggi sebelum kematian bintang induknya.
Kejanggalan lainnya dalam hal mencari kehidupan lain mungkin akan muncul dengan semakin banyaknya planet yang ditemukan, terutama planet batuan seperti Bumi. Konfirmasi dari  diberikan Keppler yang menunjukkan kalau planet batuan lebih sering terbentuk di bintang dengan kandungan logam tinggi jelas akan sangat membantu pencarian tersebut.
Sumber : Astrobio, Science@NASA
Reade more >>

Bintang Yang Berdenyut Lambat

Hal aneh terjadi pada bintang ketika mereka kehabisan bahan bakar. Mengapa demikian? Ini karena bahan bakar di bintang tidak hanya menghasilkan cahaya dan panas. Bahan bakar dibutuhkan untuk menghentikan bintang dari keruntuhan! Inilah masalah yang dihadapi bintang terang putih di sebelah kanan yang ada di foto.
Pulsar aka si bintang berdenyut. Kredit : X-ray & Optical: NASA/CXC/Univ.Potsdam/L.Oskinova et al.
Ketika sebuah bintang raksasa sidah menggunakan seluruh persediaan bahan bakarnya, lapisan gas terluarnya akan meledak dalam ledakan supernova. Sementara itu, inti dari bintang ternyata selamat dari ledakan namun ia kemudian mengalami keruntuhan. Inti kemudian mengerut menjadi sebuah bola kecil. Itulah yang terjadi pada bintang di foto.
Setelah terjadi keruntuhan, bintang kecil tersebut menjadi sebuah bintang netron. Yang unik, bintang netron ini memiliki massa sekitar 2 kali massa Matahari tapi ukurannya sangat kecil hanya selebar 24 km atau 60000 kali lebih kecil dari Matahari.
Sebagian bintang netron, seperti tampak pada foto, berotasi dan memancarkan cahaya yang kuat dari kutub utara dan selatannya. Tipe bintang netron seperti inilah yang dikenal sebagai pulsar atau bintang berdenyut. Kita hanya bisa melihat cahayaa dari pulsar ketika ia sedang mengarah ke kita saat berotasi seperti halnya lampu mercusuar!
Sebagian besar pulsar berputar sangat cepat, sengan sebagian diantaranya berputar beberapa kali dalam 1 detik. Tapi, pulsa di foto ini jauh lebih santai. Ia berputar hanya 1 kali setiap 18 menit! Mengapa ia berputar sedemikian lambat? Itulah misteri yang harus dipecahkan.

Fakta menarik : Saat astronom pertama kali menemukan denyutan cahaya secara reguler dari bintang yang kita kenal saat ini sebagai pulsar, mereka bahkan tidak tahu apa yang menyebabkannya. Denyutan bintang pulsar pertama yang dilihat diberi julukan “Manusia hijau kecil” karena waktu itu diduga ada alien yang mengirimkan sinyal ke Bumi!
Sumber : Space Scoop Universe Awareness
Reade more >>

Planet Batuan Lahir Dari Planet Gas Raksasa ?

Awal 2011,  teleskop landas angkasa Kepler mengumumkan penemuan 1200 kandidat planet baru dengan satu per empat di antaranya merupakan planet Super Bumi.
Penemuan tersebut memicu keingintahuan para astronom terkait bagaimana planet super Bumi itu bisa terbentuk.  Diduga, planet batuan terbentuk dari kegagalan pembentukan obyek gas raksasa seukuran Jupiter.
Pembentukan Planet
Planet super Bumi diduga terbentuk dari planet Jupiter yang gagal terbentuk. kredit : NASA
Bagaimana planet terbentuk? Berdasarkan teori pembentukan planet yang diterima secara umum, planet terbentuk melalui sebuah metode yang dikenal sebagai akresi inti.
Berdasarkan teori akresi, bintang yang baru terbentuk akan memiliki selubung gas dan debu. Di dalam selubung tersebut butiran-butiran debu yang ada akan saling mengikat dan menyatu untuk membentuk obyek yang lebih besar dan dikenal dengan nama planetesimal.
Planetesimal yang ada terbentuk kemudian saling bertabrakan dan bersatu membentuk kumpulan materi yang lebih besar dan lebih besar lagi. Ketika gumpalan materi yang terbentuk itu mencapai massa kritis, gravitasinya akan menarik gas yang ada di piringan di sekitarnya untuk bergabung.
Teori Penyusutan Pasang Surut
Piringan gas dan debu lokasi pembentukan planetesimal. kredit : NASA/ JPL-Caltech/ T. Pyle (SSC)
Sergei Nayakshin dari Universitas Leichester di Inggris musim panas lalu mengajukan teori lain terkait pembentukan planet.  Ia menyebutnya “tidal downsizing” (penyusutan akibat pasang surut), yang bekerja pada kecepatan yang lebih cepat.
Dalam teori penyusutan pasang surut, pertama-tama piringan gas membentuk gumpalan gas masif lebih jauh dari lokasi ditemukannya planet-planet saat ini di Tata Surya. Gumpalan ini kemudian mengalami pendinginan dan mulai berkontraksi menjadi planet yang sangat masif (~10 massa Jupiter).  Selama kontraksi, butir-butir debu akan bertumbuh ke ukuran yang besar dan kemudian runtuh ke pusat gumpalan gas membentuk inti padat yang masif – protoplanet batuan yang sangat masif dalam kepompong gas.
Setelah inti terbentuk, ia akan mulai membentuk atmosfer di sekelilingnya dan didominasi oleh hidrogen tapi juga lebih kaya senyawa kimia dibanding materi debu primordial.  Semakin masif inti batuan planet yang terbentuk, atmosfer di sekelilingnya juga semakin masif dan terus bertumbuh seiring waktu. Dalam suatu rentang waktu perpaduan tersebut akan menghasilkan planet gas raksasa dengan inti padat di dalamnya dan membentuk super-Jupiter.
Setelah super-Jupiter terbentuk, piringan disekelilingnya akan mendorong si planet mendekati bintang dan pada saat itu lapisan terluar yang berupa selubung gas akan mulai terganggu dan kemudian dilahap oleh bintang induknya.
Jika menilik teori yang diajukan Nayakshin, planet super-Bumi dan planet batuan lainnya merupakan inti dari proto-planet masif yang tidak sempat berkembang dan sebagian besar gasnya  dikonsumsi bintang induk. Inti batuan dan atmosfer dekat bisa selamat dari proses makan-memakan dari si bintang induk karena memiliki kerapatan lebih tinggi.
Inti yang tersisa tersebut merupakan planet batuan dengan massa dari 0 – 10 massa Bumi. Dengan demikian, si planet batuan yang masif ini bisa berada dekat dengan bintang inti atau lebih jauh lagi di area yang dikenal sebagai area laik huni.
Zona laik huni merupakan area di sekitar bintang yang dapat mempertahankan air di permukaan planet tetap dalam wujud cair. Planet yang berada di wiayah tersebut diyakini memiliki kemampuan untuk mempertahankan kehidupan jika ada kehidupan yang tumbuh di dalamnya,
Penyusutan Pasang Surut di antara teori lainnya
Aaron Boley dari Universitas Florida yang melakukan penelitian mengenai pembentukan planet gas raksasa dan evolusi piringan pembentukan planet juga melakukan penelitian terkait teori serupa dengan Nayakshin.
Menurut Aaron Boley, jika planet terbentuk menurut teori gangguan pasang surut, planet juga akan dapat terbentuk dalam sistem yang tidak cocok dengan mekanisme akresi seperti misalnya pada piringan dengan sejumlah kecil debu.  Ia meyakini kalau pembentukan planet itu melibatkan juga akresi yang memulai terbentuknya planet dan gangguan pasang surut yang mempengaruhi evolusinya. Menurut Boley, gangguan pasang surut menyebabkan planet bisa mendukung evolusi kehidupan di berbagai sistem bintang. Itu adalah salah satu cara alam untuk membentuk planet. Semakin banyak planet artinya semakin banyak kesempatan bagi kehidupan untuk tumbuh dan berkembang.
Sebagai teori baru, Nayakshin menyadari masih banyak detil perhitungan yang harus dilakukan. Karena itu ia membutuhkan bantuan dari astronom lainnya untuk menguji teorinya.  Teori yang diajukan Nayakshin juga merupakan tantangan bagi teori pembentukan planet dari ketidakstabilan gravitasi.
Teori ketidakstabilan gravitasi memperkenankan terjadinya pembentukan planetesimal dalam waktu yang sangat cepat pada jarak yang jauh dari bintang. Masalahnya, teori ini tidak dapat mengijinkan terjadinya migrasi planet ke dalam. Artinya, ia tidak dapat menjelaskan keberadaan planet-planet dekat yang ditemukan saat ini.
Model penyusutan pasang surut dan akresi inti merupakan dua mekanisme yang bisa membentuk berbagai macam planet dan bisa terjadi pada tahap yang berbeda di sepanjang masa hidup piringan proto-planet dan tidak eksklusif.
Model akresi inti mengalami masa sulit terkait pembentukan planet di orbit jauh dalam rentang waktu panjang.  Ketidakstabilan gravitasi akan menyebabkan planet-planet itu keluar dan mereka akan tetap diluar kecuali planet-planet itu bermigrasi ke dalam. Dengan teori penyusutan pasang surut planet-planet yang terbentuk jauh akan segera bermigrasi agar selubungnya bisa dikonsumsi oleh pasang surut si bintang menyisakan planet batuan.
Tapi untuk bisa diterima, teori penyusutan pasang surut akan melewati pengujian panjang dan harus bisa menjawab berbagai pertanyaan yang muncul dan harus berhadapan dengan teori lainnya.
Sumber : Astrobiology NASA
Reade more >>

Pelajaran dari Astronomi yang Rumit

Astronomi seringkali melibatkan banyak sekali kata-kata teknis nan rumit. Benar kan? Ada banyak sekali kata-kata aneh, seperti galaksi dan nebula. Kita akan membiarkanmu mengetahui sebuah rahasia: sebagian besar kata-kata dtersebut hanyalah terjemahan dari bahasa yang sudah sangat tua yang sebenarnya juga dipakai untuk bahasa sehari-hari. Sebagai contoh, kata “galaksi” sebenarnya berasal dari kata dalam bahasa Yunani untuk “milky white / susu putih”. Dan “nebula” dari bahasa latin untuk “awan”.
Nebula Omega yang dipotret VLT milik ESO. Kredit : ESO
Seperti yang sudah diduga, semua kata-kata ini menjelaskan obyek di angkasa yang terkait dengannya. Sebagai contoh, Galaksi kita tampak seperti pita cahaya susu putih di langit malam. Inilah sebabnya kita menyebut Galaksi kita sebagai Milky Way / Jalur Susu. Di Indonesia, Galaksi kita diinterpretasikan sebagai selendang Bima Sakti sehingga disebut Galaksi Bima Sakti. Dan nebula adalah awan gas dan debu yang ada di angkasa.
Foto yang ditunjukkan di atas merupakan foto terbaru dari nebula yang dikenal dengan nama Nebula Omega. Nebula ini ditemukan di langit malam pada rasi Sagittarius. Foto tersebut diambil dengan menggunakan teleskop bernama Very Large Telescope, yang berada di Chile, Amerika Selatan. Dan foto tersebut merupakan foto Nebula Omega yang terbaik yang pernah dipotret oleh teleskop di Bumi!

Fakta menarik: Ketika kamu berbicara tentang lebih dari satu nebula dalam bahasa Inggris, kamu akan menyebutnya “nebulae” ( yang bunyinya jadi neb-u-lee). Kesalahan yang umum terjadi adalah dengan menyebutnya jadi “nebulas”. Jadi jangan sampai salah!
Sumber : Space Scoop Universe Awareness
Reade more >>

Samudra di Bawah Permukaan Europa

Mencari kehidupan lain.  Topik yang satu ini tidak akan pernah berhenti untuk diperbincangkan dan diteliti karena inilah keingintahuan terbesar manusia di sepanjang zaman. Apakah ada kehidupan lain di luar Bumi? Seperti apakah kehidupan itu…
Ilustrasi Danau Besar di Europa. kredit : Britney Schmidt/Dead Pixel FX/University of Texas at Austin
Pencarian ini membawa manusia menjelajah alam semesta untuk mencari adanya kemunkinan tersebut. Tata Surya dijelajahi, sistem luar surya atau sistem keplanetan di bintang lain. Yang dicari pun bukan bentuk kehidupan itu tapi lingkungan yang bisa mendukung kehidupan bertumbuh. Apa itu?
Air! Komponen inilah yang dicari.
Di Tata Surya memang hanya Bumi yang diketahui mampu mendukung kehidupan dan belum ada planet lain di Tata Surya yang bisa memiliki ciri seperti Bumi. Tapi satelit Jupiter, Europa sejak lama diduga memiliki kemampuan untuk mendukung kehidupan
Air di Europa
Pada satu waktu, para peneliti mempercayai kalau permukaan Europa yang dingin diselubungi oleh lapisan es yang padat.  Dan data yang diambil misi NASA menunjukkan keberadaan air dalam bentuk cari dengan volume yang sama dengan North American Great Lakes. Air atau bisa disebut juga lautan di Europa ini berada di bawah permukaan es satelit tersebut.
Data yang diperoleh menunjukkan adanya pertukaran yang signifikan antara lapisan es di Europa dan lautan di bawahnya.  Informasi ini memperkuat argumen kalau lautan global di bawah permukaan Europa merupakan habitat yang berpotensi bagi kehidupan lain di Tata Surya.
Data tersebut memberikan kemungkinan menarik, namun masih harus dianalisa lebih lanjut sebelum bisa memberikan kepastian akan apa yang ada di Europa. Wahana Galileo milik NASA yang mengambil data Europa memang dikirim khusus untuk mempelajari planet gas masif tersebut besarta sebagian satelitnya.
Salah satu penemuan yang signifikan adalah keberadaan samudra air garam di bawah permukaan Europa. Lautan tersebut cukup dalam untuk bisa melingkupi seluruh permukaan Europa dan memiliki lebih banyak air dalam wujud cair dibanding seluruh lautan di Bumi.  Tapi, keberadaanya yang jauh dari Matahari menyebabkan permukaan samudra di Europa tersebut membeku. Dan diperkirakan kerak es tersebut memiliki ketebalan puluhan mil.
Opini Yang Muncul
Europa, satelit Jupiter yang aktif. kredit : NASA/Ted Stryk
Keberadaan lautan di Europa memang menarik untuk dikaji lebih lanjut untuk mengetahui apakah satelit ini bisa mendukung tumbuh kembangnya kehidupan. Tapi, selalu ada opini lain yang muncul untuk menantang pemikiran manusia sekaligus untuk dikaji lebih jauh.
Salah satu opini yang muncul dalam komunitas sains adalah tebalnya kerak es yang diperkirakan buruk bagi biologi. Mengapa buruk? Ini dikarenakan tebalnya kerak es memberi kemungkinan lain kalau permukaan tidak berkomunikasi dengan lautan yang ada di bawahnya.
Tapi data yang ada menunjukkan bukti kalau lapisan es yang tebal tersebut bisa bercampur dan bukti baru lainnya menunjukkan keberadaan danau raksasa yang dangkal. Menurut Britney Schmidt dari Institute for Geophysics, University of Texas, Austin. Data ini cukup untuk membuat Europa dan lautan di dalamnya jadi lebih laik huni.
Analisa Data
Thera Macula, area aktif dimana terjadi kekacauan dan berada di atas danau besar di Europa. kredit : NASA/Lunar and Planetary Institute/The Johns Hopkins University Applied Physics Laboratory
Schmidt dan timnya memfokuskan penelitian pada citra Galileo yang menunjukkan dua lingkaran melingkar dan fitur bergelombang di permukaan Europa yang disebut medan chaos (kacau).
Berdasarkan proses serupa di Bumi pada lapisan es dan glesyer di bawah gunung berapi, tim ini membangun model empat langkah untuk menjelaskan bagaimana fitur ini terbentuk. Model tersebut bisa menyelesaikan konflik yang muncul dari pengamatan yang sebagian menyatakan kalau lapisan es di Europa tebal dan sebagian lainnya menyebutkan lapisan es yang tipis.
Analisa terbaru menunjukkan kalau fitur kacau di permukaan Europa terbentuk dari mekanisme yang melibatkan pertukaran antara lapisan es dan danau di bawahnya.  Analisa tersebut juga memberikan model atau mekanisme pertukaran nutrisi dan energi antara permukaan dan samudra yang luas yang diduga memang sudah ada di bawa lapisan es yang tebal. Hal ini memunculkan dugaan kalau proses yang terjadi di Europa itu bisa meningkatkan potensi untuk keberadaan kehidupan di satelit Jupiter tersebut.
Sumber : NASA, John Hopkins University Applied Physics Laboratory
Reade more >>

Tantangan Teka Teki : Menyusun Peta Titan

Para astronom menyatukan foto-foto yang diambil selama 6 tahun untuk membuat peta fantastis dari permukaan bulan terbesar di Saturnus, Titan. Adalah wahana ruang angkasa yang disebut Cassini, yang sudah mengelilingi Saturnus sejak bulan Juli 2004 yang memotret.  
Astronom Stéphane Le Mouélic menjelaskan mengapa butuh waktu yang sangat lama untuk membuat peta itu : “Saat Cassini mengelilingi Saturnus dan bukannya Titan, kita hanya bisa melihat Titan satu kali setiap bulannya. Permukaan Titan baru terungkap dari tahun ke tahun.”
Peta Titan dari potongan-potongan foto. Kredit :JPL/NASA/Univ. of Arizona/CNRS/LPGNantes
Meskipun Titan merupakan bulannya Saturnus, ia merupakan tempat yang lebih indah dari pada Bulan. Titan adalah dunia beku yang menurut para astronom memiliki hujan metana dan bukannya hujan air seperti di Bumi! Titan juga memiliki awan gas tebal, yang menyulitkan kita untuk melihat apa yang tersembunyi di baliknya. Tapi, wahana Cassini memiliki kamrea infra merah yang bisa melihat menembus awan tebal tersebut sehingga permukaan Titan pun bisa dipotret.
Astronom harus mengambil bundel foto yang dipotret Cassini dan dengan hati-hati memasangnya sepotong demi sepotong untuk membuat sebuah peta – persis sebuah puzzle teka teki!
Tapi, memasang potongan teka teki ini untuk menjadi satu tidaklah mudah. Sebagian potongan dipotret ketika permukaannya sedang medapat terang yang baik, Artinya, sambungan potongan – potongan teka teki itu tidak selalu tampak seperti sebuah sambungan yang menyatu. Ada yang tampak lebih gelap dibanding yang lainnya. Untuk memecahkan masalah ini, astronom dengan hati-hati menyesuaikan kecerlangan dari setiap foto.
Peta Titan yang diluncurkan pada pertemuan astronomi di Perancis yang dihadiri oleh 1400 astronom dari seluruh dunia yang datang untuk berbagi tentang penelitian terbarunya mengenai planet.

Fakta menarik : Pada tanggal 14 Januari 2005, wahana ruang angkasa robotik Huygens mendarat di Titan – pendaratan wahana ruang angkasa terjauh! Huygens memotret dari lokasi pendaratannya dan memberikan pandangan pertama dunia baru yang eksotik bagi astronom!
Sumber : Space Scoop Universe Awareness
Reade more >>

Masa Tenang Sebelum Badai di Saturnus

Saturnus adalah salah satu planet terindah di Tata Surya karena memiliki cincin yang cantik yang mengelilingi dirinya. Planet cincin nan cantik ini berada jauh dari Matahari kalau dibanding dengan jarak Bumi ke Matahari.  Karena itu, Saturnus membutuhkan waktu yang lebih lama untuk bisa mengelilingi Matahari.
Saturnus. kredit : ESO/University of Oxford/L. N. Fletcher/T. Barry
Tahun adalah waktu yang dibutuhkan sebuah planet untuk mengelilingi Matahari sebanyak satu kali. Tapi lamanya satu tahun di tiap planet berbeda karena tiap planet membutuhkan waktu yang berbeda untuk mengelilingi Matahari.  Satu tahun di Saturnus jauh lebih lama dibanding satu tahun di Bumi. Ketika Saturnus menyelesaikan satu putarannya pada Matahari, maka itu sama dengan 30 tahun di Bumi.
Astronom juga mengetahui kalau setahun sekali dalam 1 tahun Saturnus – atau 30 tahun sekali berdasarkan waktu Bumi, badai besar terjadi di atmosfer Saturnus yang biasanya tenang. Astronom Leigh Fletcher dari Universitas Oxford, Inggris, adalah salah satu astronom yang mempelajari badai di Saturnus semenjak pertama kali terlihat bulan Desember lalu.
Badai tersebut merupakan satu dari enam badai di Saturnus yang sudah diamati oleh pengamat dari Bumi. Tapi apa yang membuat badai ini spesial? Ini tentunya karena badai yang terjadi bulan Desember lalu bisa dilihat dari dekat oleh mata-mata kita di Saturnus. Nama mata-mata itu adalah wahana ruang angkasa Cassini yang sedang meneliti Saturnus dari dekat, dan pada saat badai terjadi ia berada di tempat yang pas untuk melihat fenomena langka itu. Cassini kemudian memotret dan mengirimkan foto-fotonya ke Bumi untuk dipelajari oleh para astrnonom. Selain dilihat oleh Cassini, badai di Saturnus itu juga diamati dengan teleskop di Bumi yakni Very Large Telescope.
Astronom Leigh Fletcher berkata, “badai tersebut menciptakan letusan awan terang raksasa yang dasyat dan kompleks”. Tak hanya itu, badai juga menyebabkan sebagian area pada awan Saturnus menjadi lebih panas dari keadaan biasanya. Dan ini sesuatu yang belum pernah dilihat astronom sebelumnya.
Fakta penting : Saturnus adalah planet kedua terbesar di Tata Surya, tapi Saturnus juga sangat ringan sehingga bisa mengambang di air jika kita bisa menemukan sebuah kolam air besar yang bisa menampung planet ini.
Sumber : Space Scoop / Universe Awareness
Reade more >>

Planet X Bukan Planet Nibiru

Bagian luar Tata Surya masih memiliki banyak planet-planet minor yang belum ditemukan. Sejak pencarian Planet X dimulai pada awal abad ke 20, kemungkinan akan adanya planet hipotetis yang mengorbit Matahari di balik Sabuk Kuiper telah membakar teori-teori Kiamat dan spekulasi bahwa Planet X sebenarnya merupakan saudara Matahari kita yang telah lama “hilang”. Tetapi, mengapa kita harus cemas duluan akan Planet X/Teori Kiamat ini? Planet X kan tidak lain hanya merupakan obyek hipotetis yang tidak diketahui?
Teori-teori ini didorong pula dengan adanya ramalan suku Maya akan kiamat dunia pada tahun 2012 (Mayan Prophecy) dan cerita mistis Bangsa Sumeria tentang Planet Nibiru, dan akhirnya kini memanas sebagai “ramalan kiamat” 21 Desember 2012. Namun, bukti-bukti astronomis yang digunakan untuk teori-teori ini benar-benar melenceng.
Pada 18 Juni kemarin, peneliti-peneliti Jepang mengumumkan berita bahwa pencarian teoretis mereka untuk sebuah massa besar di luar Tata Surya kita telah membuahkan hasil. Dari perhitungan mereka, mungkin saja terdapat sebuah planet yang sedikit lebih besar daripada sebuah objek Plutoid atau planet kerdil, tetapi tentu lebih kecil dari Bumi, yang mengorbit Matahari dengan jarak lebih dari 100 SA. Tetapi, sebelum kita terhanyut pada penemuan ini, planet ini bukan Nibiru, dan bukan pula bukti akan berakhirnya dunia ini pada 2012. Penemuan ini adalah penemuan baru dan merupakan perkembangan yang sangat menarik dalam pencarian planet-planet minor di balik Sabuk Kuiper.
Dalam simulasi teoretis, dua orang peneliti Jepang telah menyimpulkan bahwa bagian paling luar dari Tata Surya kita mungkin mengandung planet yang belum ditemukan. Patryk Lykawa dan Tadashi Mukai dari Universitas Kobe telah mempublikasikan paper mereka dalam Astrophysical Journal. Paper mereka menjelaskan tentang planet minor yang mereka yakini berinteraksi dengan Sabuk Kuiper yang misterius itu.
Kuiper Belt Objects (KBOs)
Sedna, salah satu objek di Sabuk Kuiper. Kredit : NASA
Sabuk Kuiper menempati wilayah yang sangat luas di Tata Surya kita, kira-kira 30-50 SA dari Matahari, dan mengandung sejumlah besar objek-objek batuan dan metalik. Objek terbesar yang diketahui adalah planet kerdil (Plutoid) Eris. Telah lama diketahui, Sabuk Kuiper memiliki karakteristik yang aneh, yang mungkin menandakan keberadaan sebuah benda (planet) besar yang mengorbit Matahari dibalik Sabuk Kuiper. Salah satu karakterikstik tersebut adalah yang disebut dengan “Kuiper Cliff” atau Jurang Kuiper yang terdapat pada jarak 50 SA. Ini merupakan akhir dari Sabuk Kuiper yang tiba-tiba, dan sangat sedikit objek Sabuk Kuiper yang telah dapat diamati di balik titik ini. Jurang ini tidak dapat dihubungkan terhadap resonansi orbital dengan planet-planet masif seperti Neptunus, dan tampaknya tidak terjadi kesalahan (error) pengamatan. Banyak ahli astronomi percaya bahwa akhir yang tiba-tiba dalam populasi Sabuk Kuiper tersebut dapat disebabkan oleh planet yang belum ditemukan, yang mungkin sebesar Bumi. Objek inilah yang diyakini Lykawka dan Mukai, dan telah mereka perhitungkan keberadaannya.
Para peneliti Jepang ini memprediksikan sebuah objek besar, yang massanya 30-70 % massa Bumi, mengorbit Matahari pada jarak 100-200 SA. Objek ini mungkin juga dapat membantu menjelaskan mengapa sebagian objek Sabuk Kuiper dan objek Trans-Neptunian (TNO) memiliki beberapa karakteristik orbital yang aneh, contohnya Sedna.
Objek-objek trans Neptunian. Kredit : NASA
Sejak ditemukannya Pluto pada tahun 1930, para astronom telah mencari objek lain yang lebih masif, yang dapat menjelaskan gangguan orbital yang diamati pada orbit Neptunus dan Uranus. Pencarian ini dikenal sebagai “Pencarian Planet X”, yang diartikan secara harfiah sebagai “pencarian planet yang belum teridentifikasi”. Pada tahun 1980an gangguan orbital ini dianggap sebagai kesalahan (error) pengamatan. Oleh karena itu, pencarian ilmiah akan Planet X dewasa ini adalah pencarian untuk objek Sabuk Kuiper yang besar, atau pencarian planet minor. Meskipun Planet X mungkin tidak akan sebesar massa Bumi, para peneliti masih akan tetap tertarik untuk mencari objek-objek Kuiper lain, yang mungkin seukuran Plutoid, mungkin juga sedikit lebih besar, tetapi tidak terlalu besar.
“The interesting thing for me is the suggestion of the kinds of very interesting objects that may yet await discovery in the outer solar system. We are still scratching the edges of that region of the solar system, and I expect many surprises await us with the future deeper surveys.” – Mark Sykes, Direktur Planetary Science Institute (PSI) di Arizona.
Planet X Tidaklah Menakutkan
Jadi, dari mana Nibiru ini berasal? Pada tahun 1976, sebuah buku kontroversial berjudul The Twelfth Planet atau Planet Kedua belas ditulis oleh Zecharian Sitchin. Sitchin telah menerjemahkan tulisan-tulisan kuno Sumeria yang berbentuk baji (bentuk tulisan yang diketahui paling kuno). Tulisan berumur 6.000 tahun ini mengungkapkan bahwa ras alien yang dikenal sebagai Anunnaki dari planet yang disebut Nibiru, mendarat di Bumi. Ringkas cerita, Anunnaki memodifikasi gen primata di Bumi untuk menciptakan homo sapiens sebagai budak mereka.
Ketika Anunnaki meninggalkan Bumi, mereka membiarkan kita memerintah Bumi ini hingga saatnya mereka kembali nanti. Semua ini mungkin tampak sedikit fantastis, dan mungkin juga sedikit terlalu detail jika mengingat semua ini merupakan terjemahan harfiah dari suatu tulisan kuno berusia 6.000 tahun. Pekerjaan Sitchin ini telah diabaikan oleh komunitas ilmiah sebagaimana metode interpretasinya dianggap imajinatif. Meskipun demikian, banyak juga yang mendengar Sitchin, dan meyakini bahwa Nibiru (dengan orbitnya yang sangat eksentrik dalam mengelilingi Matahari) akan kembali, mungkin pada tahun 2012 untuk menyebabkan semua kehancuran dan terror-teror di Bumi ini. Dari “penemuan” astronomis yang meragukan inilah hipotesis Kiamat 2012 Planet X didasarkan. Lalu, bagaimanakah Planet X dianggap sebagai perwujudan dari Nibiru?
Kemudian terdapat juga “penemuan katai coklat di luar Tata Surya kita” dari IRAS pada tahun 1984 dan “pengumuman NASA akan planet bermassa 4-8 massa Bumi yang sedang menuju Bumi” pada tahun 1933. Para pendukung hipotesis kiamat ini bergantung pada penemuan astronomis tersebut, sebagai bukti bahwa Nibiru sebenarnya adalah Planet X yang telah lama dicari para astronom selama abad ini. Tidak hanya itu, dengan memanipulasi fakta-fakta tentang penelitian-penelitian ilmiah, mereka “membuktikan” bahwa Nibiru sedang menuju kita (Bumi), dan pada tahun 2012, benda masif ini akan memasuki bagian dalam Tata Surya kita, menyebabkan gangguan gravitasi.
Dalam pendefinisian yang paling murni, Planet X adalah planet yang belum diketahui, yang mungkin secara teoretis mengorbit Matahari jauh di balik Sabuk Kuiper. Jika penemuan beberapa hari lalu memang akhirnya mengarah pada pengamatan sebuah planet atau Plutoid, maka hal ini akan menjadi penemuan luar biasa yang membantu kita memahami evolusi dan karakteristik misterius bagian luar Tata Surya kita.
Sumber : Universe Today
Reade more >>